Anak Jalanan (The Outsider)
2 posters
Halaman 1 dari 1
Anak Jalanan (The Outsider)
Anak Jalanan (The Outsider)
Berikut ini menyambung pengalamanku tentang KRL terdahulu, pengalaman naik KRL Eko AC beberapa kali membuatku semakin ingin tau dan ingin mencoba lagi, karena KRL adalah transportasi umum yang sangat unik, penuh dengan beragam cerita, bahkan konon memiliki beberapa komunitas diantara penumpangnya, bahkan perselingkuhan (hemm…efek negatif nih !), hal ini terjadi karena rutinitas, kesamaan tujuan atau profesi dll, terutama dikalangan pengguna kereta ekonomi, yang mayoritas penggunanya kalangan ekonomi menengah ke bawah, namun yg kudapatkan ternyata pengalaman yg berbeda.
Beberapa waktu lalu aku ada janji untuk konsultasi tugas dengan salah satu dosenku, dan kebetulan beliau juga mengajar di UI, maka kami sepakat untuk ketemuan di kampus UI Depok. Saking kepinginnya naik kereta ekonomi biasa aku terpaksa berbohong sama mama (I’m so sorry mom...), bahwa aku naik taxi. Dengan berbekal jadwal keberangkatan dari hasil download disitus [You must be registered and logged in to see this link.] (ternyata ini bukan situs milik PT.KAI lho melainkan milik penumpang) aku berangkat dari stasiun pasar minggu dengan tujuan UI.
Ternyata lumayan tepat, kereta hanya 10 menit terlambat, aku pun bergegas naik dan ternyata cukup lengang bahkan beberapa tempat duduk kosong (ternyata kalau pagi penumpang tujuan ke Bogor sedikit), akupun segera mengambil tempat duduk ditengah gerbong, dan seketika tercium bau khas, bau keringat, bau seperti karet gosong dan bercampur bau lainnya, gerbong agak kotor dan cukup panas, banyak pedagang asongan dengan kereta yg dirancang khusus hilir mudik, dari yg berjual makanan, minuman, buah-buahan, accessories hp, jepitan rambut, rokok, buku, koran bahkan racun tikus dan dvd porno juga ada, pengamen juga hilir mudik, orang cacat sampai pengemis ternyata ada (kudengar bahkan orang gila juga ada !). Sungguh suatu dunia yg khas dimana transportasi menjadi komunitas multi profesi yg terkumpul menjadi satu.
Sampai di stasiun UI aku turun dan dengan sedikit malu bertanya arah keluar menuju UI, waduh ternyata jauh banget menuju fakultas teknik, mana ngga ada yg kenal lagi (ketahuan deh bukan anak UI), untung dosenku masih ada padahal aku terlambat 20 menit, rupanya beliau masih menungguku (untung beliau menerima alasanku), setelah menyita waktu setengah jam lebih akhirnya urusan dengan beliau selesai juga, akupun kembali ke stasiun UI, kali ini keluar kampus bareng mobil beliau (lumayan ngurangin keringat… trim’s banget ya pak dosen, andai semua dosen sepertimu tentu dunia pendidikan di Indonesia jauh lebih maju he he he).
Setelah membeli karcis, akupun masuk stasiun dan mencari tempat duduk, setelah kuperhatikan stasiun UI ternyata kecil namun susananya lumayan ramai, ada beberapa mahasiswa asyik becanda, sebagian besar seusiaku, ada yg asyik pacaran, pedekate, ngobrol, diskusi, baca buku atau sekedar mejeng. Aku mencari tempat duduk agak ujung agar dapat memperhatikan orang-orang (juga supaya jangan jadi pusat perhatian…he he ge er dikit nih).
Kubuka jadwal kereta yg menuju Jakarta atau Tanah Abang, ternyata yg berangkat ke Jakarta masih menunggu 30 menit lagi (itupun kalau ngga molor), kelak kusadari dari cerita teman bahwa ternyata aku nunggu di peron yg salah yaitu peron Jakarta-Bogor (hi..hi..hi..)
Karena udara cukup panas maka blazer tipis hitamku aku lepas, sambil mengulum permen aku teringat masa kuliah dulu (kaya yang sdh lama lulus aja), asyik juga cuma aku hampir tidak pernah nongkrong-nongkrong.
Tiba-tiba tedengar suara cukup nyaring,
“Kak..kasihan Milah kak..dari pagi belum makan kak…”
Aku baru sadar dihadapanku berdiri seorang anak
perempuan gemuk pendek (agak cebol), berkulit hitam yg berusia kira-kira 10-11 tahun mengulurkan tangan dan memegang perutnya, kelihatan sekali pengemis atau anak jalanan yang mengemis, dia mengulangi ucapannya seperti tadi, aku pun menggelengkan kepala tanda tidak memberi.
Tiba-tiba mimik wajahnya berubah lucu dan tersenyum sambil berkata,
“Kakak cantik deh…”
“kak...kasihani Milah dong kak...dari pagi belum makan…lapar...”
Akupun tersenyum geli mendengar ucapannya disertai dengan mimik wajah bulatnya.
Tiba-tiba senyumnya melebar dengan mimik wajah yg khas dia berkata lagi,
“Duh..senyumnya kakak maniiiiss sekali...sungguh...tambah cantik deh…”
Akupun tak kuat menahan tawa karena raut wajahnya yg bulat tembem dan segera tersadar ternyata banyak yang memperhatikan, entah kenapa tiba-tiba iseng-iseng aku berkata,
“Kakak belikan nasi bungkus mau ngga… ?”
“Sungguh ?...mau dong…”
“Sungguh… kamu tunggu sebentar ya disini...biar kakak belikan dulu..!”
Akupun menyampirkan tas ke bahu dan berjalan kearah jalan keluar, ternyata warung yg berjualan nasi ada diluar stasiun kearah sebelah kiri, setelah membungkus nasi komplit lauk dan satu botol aqua aku kembali mencari Milah, ternyata dia lagi duduk dilantai dengan dua orang temannya berbadan kurus berusia sekitar 7 tahun yang tidak kalah dekilnya dan bau, salah satunya memegang sapu lidi kotor yg sudah pendek.
Akupun menjulurkan nasi bungkus dan aqua kepada Milah,
“Nih..nasi bungkusnya..kakak tidak bohong kan?”
Tanpa basa-basi dan mengucapkan terima kasih dia langsung mengambil nasi bungkus dan aqua dari tanganku, langsung membuka dan memakannya sambil duduk dilantai.
Kedua temannya memandang iri,
“Enak banget kamu ditraktir...”
Karena asyik memperhatikan Milah makan, aku baru sadar bahwa dua orang temannya masih disitu,
“Apa kalian mau juga…“, tanyaku pada mereka
Mereka memandang malu-malu sambil mengangguk kecil,
“Baiklah..kalian tunggu aja disini..biar kakak belikan kalian nasi bungkus juga..”
Bergegas aku kembali ke warung dan membeli 2 bungkus nasi dan 2 botol aqua lagi.
Dua orang teman Milah masih melihat Milah makan, segera aku memberikan nasi bungkus dan aqua kepada mereka, dengan wajah gembira merekapun duduk dilantai, membuka nasi bungkus dan langsung memakannya tanpa mencuci tangan.
Sambil memperhatikan mereka makan aku mencoba mengajak mereka ngobrol, ternyata Milah dan temannya yg satunya masih memiliki orang tua gelandangan yang juga berprofesi sebagai pengemis, sementara yang yg satunya lagi tidak tahu lagi keberadaan orangtuanya.
Akupun termenung, membayangkan masa kecilku yang bahagia yang penuh limpahan materi dan kasih sayang dari orang tua, saudara dan juga orang-orang disekelilingku, sementara mereka hidup tanpa ada kepastian dan gambaran masa depan yang jelas, penuh dengan resiko kekerasan fisik maupun seksual.
Bagi mereka hidup adalah hari dimana mereka terbangun hingga sampai mereka tertidur karena lelah atau lapar, lamunanku semakin melayang tak tentu.
“Lho kakak kok menangis..?”
Tiba-tiba Milah bertanya sambil memperhatikanku, aku tersentak dan baru sadar mataku terasa panas, hidung terasa tersumbat, akupun mengusap air mataku dengan tissue dan dengan suara serak menenteramkan mereka,
“Ah..kakak ngga apa-apa kok…bagaimana, sudah kenyang belum ?”
Mereka cuma tersenyum dan dengan wajah cerah mengganguk, akupun menyuruh mereka membuang sampah ditempat sampah, dan mereka kembali berkumpul dekatku. Kamipun kembali ngobrol, Milah ternyata termasuk berani bicara dengan orang lain, sementara kedua temannya masih kelihatan ragu-ragu dan agak malu, mereka biasa mengemis di kereta ekonomi, tiba-tiba Milah bertanya,
“Kakak lagi janjian sama pacarnya ya..?”
Aku kembali tersenyum geli melihat wajahnya dan menggeleng kepala, lalu aku berdiri, entah kenapa tiba-tiba hilang sudah keinginanku untuk naik kereta lagi.
“Kakak pulang dulu ya…kalian jangan bertengkar lho..”
Merekapun hanya mengangguk sambil minum aqua.
Tanpa memperdulikan tatapan banyak banyak mata akupun berjalan kearah keluar stasiun.
Setelah dapat taxi dan duduk, pikiranku kembali melayang, teringat bagaimana aku meneteskan air mata waktu melihat anak-anak Palestina korban agresi Israel di Gaza, tanpa sadar bahwa hampir setiap hari disekelilingku banyak anak-anak yang mengalami nasib menyedihkan, sementara kampanye para caleg yang marak hanya menjadikan mereka komoditi untuk iklan politik mereka, ah pikiranku semakin butek
Notes:
Sampai sekarang menurut informasi dari beberapa teman yg biasa naik kereta ekonomi, si Milah masih terlihat mengemis di kereta, mungkin kalian juga pernah melihat seorang anak perempuan gemuk, hitam, pendek agak cebol yg khas dengan suara yg nyaring itulah Milah. Begitulah pengalamanku pertama kali mencoba naik kereta ekonomi, ternyata banyak hal-hal yang membuat mataku semakin terbuka betapa sempitnya pengetahuanku tentang dunia luar sesungguhnya, sampai sekarang aku masih merasa malu tidak bisa memberikan secara maksimal kepada anak-anak jalanan, entahlah.. mudah-mudahan suatu saat nanti aku dapat memberikan secara maksimal untuk membantu mereka, duh jadi sentimentil begini ceritanya, tapi itulah kenyataan hidup…Anyway life must go on…(Jingga)
_____________
Berikut ini menyambung pengalamanku tentang KRL terdahulu, pengalaman naik KRL Eko AC beberapa kali membuatku semakin ingin tau dan ingin mencoba lagi, karena KRL adalah transportasi umum yang sangat unik, penuh dengan beragam cerita, bahkan konon memiliki beberapa komunitas diantara penumpangnya, bahkan perselingkuhan (hemm…efek negatif nih !), hal ini terjadi karena rutinitas, kesamaan tujuan atau profesi dll, terutama dikalangan pengguna kereta ekonomi, yang mayoritas penggunanya kalangan ekonomi menengah ke bawah, namun yg kudapatkan ternyata pengalaman yg berbeda.
Beberapa waktu lalu aku ada janji untuk konsultasi tugas dengan salah satu dosenku, dan kebetulan beliau juga mengajar di UI, maka kami sepakat untuk ketemuan di kampus UI Depok. Saking kepinginnya naik kereta ekonomi biasa aku terpaksa berbohong sama mama (I’m so sorry mom...), bahwa aku naik taxi. Dengan berbekal jadwal keberangkatan dari hasil download disitus [You must be registered and logged in to see this link.] (ternyata ini bukan situs milik PT.KAI lho melainkan milik penumpang) aku berangkat dari stasiun pasar minggu dengan tujuan UI.
Ternyata lumayan tepat, kereta hanya 10 menit terlambat, aku pun bergegas naik dan ternyata cukup lengang bahkan beberapa tempat duduk kosong (ternyata kalau pagi penumpang tujuan ke Bogor sedikit), akupun segera mengambil tempat duduk ditengah gerbong, dan seketika tercium bau khas, bau keringat, bau seperti karet gosong dan bercampur bau lainnya, gerbong agak kotor dan cukup panas, banyak pedagang asongan dengan kereta yg dirancang khusus hilir mudik, dari yg berjual makanan, minuman, buah-buahan, accessories hp, jepitan rambut, rokok, buku, koran bahkan racun tikus dan dvd porno juga ada, pengamen juga hilir mudik, orang cacat sampai pengemis ternyata ada (kudengar bahkan orang gila juga ada !). Sungguh suatu dunia yg khas dimana transportasi menjadi komunitas multi profesi yg terkumpul menjadi satu.
Sampai di stasiun UI aku turun dan dengan sedikit malu bertanya arah keluar menuju UI, waduh ternyata jauh banget menuju fakultas teknik, mana ngga ada yg kenal lagi (ketahuan deh bukan anak UI), untung dosenku masih ada padahal aku terlambat 20 menit, rupanya beliau masih menungguku (untung beliau menerima alasanku), setelah menyita waktu setengah jam lebih akhirnya urusan dengan beliau selesai juga, akupun kembali ke stasiun UI, kali ini keluar kampus bareng mobil beliau (lumayan ngurangin keringat… trim’s banget ya pak dosen, andai semua dosen sepertimu tentu dunia pendidikan di Indonesia jauh lebih maju he he he).
Setelah membeli karcis, akupun masuk stasiun dan mencari tempat duduk, setelah kuperhatikan stasiun UI ternyata kecil namun susananya lumayan ramai, ada beberapa mahasiswa asyik becanda, sebagian besar seusiaku, ada yg asyik pacaran, pedekate, ngobrol, diskusi, baca buku atau sekedar mejeng. Aku mencari tempat duduk agak ujung agar dapat memperhatikan orang-orang (juga supaya jangan jadi pusat perhatian…he he ge er dikit nih).
Kubuka jadwal kereta yg menuju Jakarta atau Tanah Abang, ternyata yg berangkat ke Jakarta masih menunggu 30 menit lagi (itupun kalau ngga molor), kelak kusadari dari cerita teman bahwa ternyata aku nunggu di peron yg salah yaitu peron Jakarta-Bogor (hi..hi..hi..)
Karena udara cukup panas maka blazer tipis hitamku aku lepas, sambil mengulum permen aku teringat masa kuliah dulu (kaya yang sdh lama lulus aja), asyik juga cuma aku hampir tidak pernah nongkrong-nongkrong.
Tiba-tiba tedengar suara cukup nyaring,
“Kak..kasihan Milah kak..dari pagi belum makan kak…”
Aku baru sadar dihadapanku berdiri seorang anak
perempuan gemuk pendek (agak cebol), berkulit hitam yg berusia kira-kira 10-11 tahun mengulurkan tangan dan memegang perutnya, kelihatan sekali pengemis atau anak jalanan yang mengemis, dia mengulangi ucapannya seperti tadi, aku pun menggelengkan kepala tanda tidak memberi.
Tiba-tiba mimik wajahnya berubah lucu dan tersenyum sambil berkata,
“Kakak cantik deh…”
“kak...kasihani Milah dong kak...dari pagi belum makan…lapar...”
Akupun tersenyum geli mendengar ucapannya disertai dengan mimik wajah bulatnya.
Tiba-tiba senyumnya melebar dengan mimik wajah yg khas dia berkata lagi,
“Duh..senyumnya kakak maniiiiss sekali...sungguh...tambah cantik deh…”
Akupun tak kuat menahan tawa karena raut wajahnya yg bulat tembem dan segera tersadar ternyata banyak yang memperhatikan, entah kenapa tiba-tiba iseng-iseng aku berkata,
“Kakak belikan nasi bungkus mau ngga… ?”
“Sungguh ?...mau dong…”
“Sungguh… kamu tunggu sebentar ya disini...biar kakak belikan dulu..!”
Akupun menyampirkan tas ke bahu dan berjalan kearah jalan keluar, ternyata warung yg berjualan nasi ada diluar stasiun kearah sebelah kiri, setelah membungkus nasi komplit lauk dan satu botol aqua aku kembali mencari Milah, ternyata dia lagi duduk dilantai dengan dua orang temannya berbadan kurus berusia sekitar 7 tahun yang tidak kalah dekilnya dan bau, salah satunya memegang sapu lidi kotor yg sudah pendek.
Akupun menjulurkan nasi bungkus dan aqua kepada Milah,
“Nih..nasi bungkusnya..kakak tidak bohong kan?”
Tanpa basa-basi dan mengucapkan terima kasih dia langsung mengambil nasi bungkus dan aqua dari tanganku, langsung membuka dan memakannya sambil duduk dilantai.
Kedua temannya memandang iri,
“Enak banget kamu ditraktir...”
Karena asyik memperhatikan Milah makan, aku baru sadar bahwa dua orang temannya masih disitu,
“Apa kalian mau juga…“, tanyaku pada mereka
Mereka memandang malu-malu sambil mengangguk kecil,
“Baiklah..kalian tunggu aja disini..biar kakak belikan kalian nasi bungkus juga..”
Bergegas aku kembali ke warung dan membeli 2 bungkus nasi dan 2 botol aqua lagi.
Dua orang teman Milah masih melihat Milah makan, segera aku memberikan nasi bungkus dan aqua kepada mereka, dengan wajah gembira merekapun duduk dilantai, membuka nasi bungkus dan langsung memakannya tanpa mencuci tangan.
Sambil memperhatikan mereka makan aku mencoba mengajak mereka ngobrol, ternyata Milah dan temannya yg satunya masih memiliki orang tua gelandangan yang juga berprofesi sebagai pengemis, sementara yang yg satunya lagi tidak tahu lagi keberadaan orangtuanya.
Akupun termenung, membayangkan masa kecilku yang bahagia yang penuh limpahan materi dan kasih sayang dari orang tua, saudara dan juga orang-orang disekelilingku, sementara mereka hidup tanpa ada kepastian dan gambaran masa depan yang jelas, penuh dengan resiko kekerasan fisik maupun seksual.
Bagi mereka hidup adalah hari dimana mereka terbangun hingga sampai mereka tertidur karena lelah atau lapar, lamunanku semakin melayang tak tentu.
“Lho kakak kok menangis..?”
Tiba-tiba Milah bertanya sambil memperhatikanku, aku tersentak dan baru sadar mataku terasa panas, hidung terasa tersumbat, akupun mengusap air mataku dengan tissue dan dengan suara serak menenteramkan mereka,
“Ah..kakak ngga apa-apa kok…bagaimana, sudah kenyang belum ?”
Mereka cuma tersenyum dan dengan wajah cerah mengganguk, akupun menyuruh mereka membuang sampah ditempat sampah, dan mereka kembali berkumpul dekatku. Kamipun kembali ngobrol, Milah ternyata termasuk berani bicara dengan orang lain, sementara kedua temannya masih kelihatan ragu-ragu dan agak malu, mereka biasa mengemis di kereta ekonomi, tiba-tiba Milah bertanya,
“Kakak lagi janjian sama pacarnya ya..?”
Aku kembali tersenyum geli melihat wajahnya dan menggeleng kepala, lalu aku berdiri, entah kenapa tiba-tiba hilang sudah keinginanku untuk naik kereta lagi.
“Kakak pulang dulu ya…kalian jangan bertengkar lho..”
Merekapun hanya mengangguk sambil minum aqua.
Tanpa memperdulikan tatapan banyak banyak mata akupun berjalan kearah keluar stasiun.
Setelah dapat taxi dan duduk, pikiranku kembali melayang, teringat bagaimana aku meneteskan air mata waktu melihat anak-anak Palestina korban agresi Israel di Gaza, tanpa sadar bahwa hampir setiap hari disekelilingku banyak anak-anak yang mengalami nasib menyedihkan, sementara kampanye para caleg yang marak hanya menjadikan mereka komoditi untuk iklan politik mereka, ah pikiranku semakin butek
Notes:
Sampai sekarang menurut informasi dari beberapa teman yg biasa naik kereta ekonomi, si Milah masih terlihat mengemis di kereta, mungkin kalian juga pernah melihat seorang anak perempuan gemuk, hitam, pendek agak cebol yg khas dengan suara yg nyaring itulah Milah. Begitulah pengalamanku pertama kali mencoba naik kereta ekonomi, ternyata banyak hal-hal yang membuat mataku semakin terbuka betapa sempitnya pengetahuanku tentang dunia luar sesungguhnya, sampai sekarang aku masih merasa malu tidak bisa memberikan secara maksimal kepada anak-anak jalanan, entahlah.. mudah-mudahan suatu saat nanti aku dapat memberikan secara maksimal untuk membantu mereka, duh jadi sentimentil begini ceritanya, tapi itulah kenyataan hidup…Anyway life must go on…(Jingga)
_____________
nadia jingga ariana- BEGO Lho!
- Jumlah posting : 232
Age : 38
Lokasi : Jakarta
Registration date : 01.04.09
Re: Anak Jalanan (The Outsider)
jiah....w kan pengguna KRL sejati....
kudhapret- Agak Strezz
- Jumlah posting : 333
Age : 48
Lokasi : di alam fana
Registration date : 04.11.08
Similar topics
» Anak Siapa...
» Anak cerdas...
» anak cakep masuk RSJ
» perkenalan anak baru...!!!
» ANAK MUDA INDONESIA ?????
» Anak cerdas...
» anak cakep masuk RSJ
» perkenalan anak baru...!!!
» ANAK MUDA INDONESIA ?????
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik